Sejarah Besuki, dari Solo Sampai Pamekasan

Tuesday 26 May 2009



Prajurit Keraton Surakarta bersantai sebelum menyambut Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat deklarasi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo dan Rustriningsih, di Pagelaran Keraton Surakarta, Minggu (30/3).



Sejarah Kecamatan Besuki di Kabupaten Situbondo, Jatim, yang bersumber dari peran tokoh Ke Pate Alos dari Pamekasan, Madura, tidak bisa dilepaskan dari Kraton Solo.

Ke Pate Alos yang juga dikenal sebagai Raden Bagus (RB) Kasim Wirodipuro adalah demang pertama Besuki. Tokoh yang legendaris di kalangan masyarakat Besuki ini menurut sejumlah tokoh di wilayah itu memiliki darah keturunan raja-raja di Solo.

Menurut tokoh masyarakat Besuki, Moh. Hasan Nailul Ilmi, ikatan nasab ke Solo itu terjalin karena Raden Abdullah Surowikromo, kakek dari RB Kasim Wirodipuro disebut-sebut sebagai saudara dari Raden Zaenal Abidin alias Susuhunan Pakubuwono II.

"Saya lakukan pengecekan ke Madura, tepatnya di Desan Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, disebutkan bahwa Rabden Abdullah itu saudara Pakubowono II, tapi ketika saya cek ke Kraton Solo disebutkan bahwa beliau justru putera dari Pakubuwono II," katanya.

Mengenai hal itu, katanya, dia memang belum mendapatkan kepastian. Namun, yang dia yakini dari sejumlah literatur yang ditemukan arsip nasional di Jakarta, Ke Pate Alos memang memiliki darah keturunan dari Solo.

"Makanya tidak heran kalau keluarga keturunan Ke Pate Alos itu dulunya sangat fasih berbahasa Jawa tinggi," katanya.

Ia menjelaskan, Raden Abdullah adalah keluarga kerajaan di Solo yang tidak mau kompromi dengan Belanda kemudian berkelana hingga ke Madura. Anak dari keluarga bangsawan inilah yang kemudian membabat alas di wilayah yang kemudian disebut Besuki.

Dalam buku Babad Besoeki yang ditulis sekitar 1882 M, dengan penulis tidak tercantum disebutkan bahwa Besuki dulunya merupakan hutan belantara. Meskipun berada di pinggir laut, wilayah itu merupakan daerah subur.

Sementara pada waktu bersamaan, di wilayah utara Besuki, yakni di Madura sedang dalam masa paceklik karena daerah itu tandus. Salah satu yang merasakan kondisi paceklik itu adalah Raden Abdurahman Wirobroto, putera dari Raden Abdullah Surowikromo yang tinggal di kawasan yang kini menjadi Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Pamekasan.

Dalam buku Babad Besoeki bertulis huruf Arab Pegon dan berbahasa Jawa yang kemudian diterjemahkan oleh Moh. Hasan Nailul Ilmi itu, disebutkan, untuk mengatasi kondisi paceklik berkepanjangan, Raden Abduramhan mencoba mencari alternatif penghidupan ke selatan Madura yang kemudian sampai di Besuki.

"Beliau waktu itu menggunakan perahu kecil yang oleh orang Madura disebut perahu kerocok yang digerakkan dengan dayung. Saat itu tahun 1743 M, Raden Abdurahman sendiri pergi ke Besuki dan tiba pertama kali di daerah Nambakor. Beliau sampai tiga kali berkunjung ke Besuki ini," katanya.

Sementara pada naskah Babad Besuki yang ditulis Edy Sudiono dan kawan-kawan disebutkan bahwa kapal yang digunakan Raden Abdurahman adalah kapal tongkang yang dilengkapi dengan layar.

Baik naskah yang ditulis oleh Edy Sudiono maupun yang diterjemahkan oleh Hasan sama-sama menyebutkan bahwa Raden Abdurahman begitu takjub dengan kesuburan wilayah Besuki yang saat itu belum diberi nama.

"Setelah membabat alas, beliau kemudian bercocok tanam di situ. Setelah itu beliau pulang ke Madura. Beliau kemudian kembali lagi ke Besuki dengan membawa anaknya bernama Kasim yang saat itu berusia sembilan tahun, termasuk 20 orang kepala keluarga dari Madura," katanya.

Raden Abdurahman berada di Besuki hingga 1760 dan setelah itu kembali ke Madura hingga meninggal di Tanjung, Pademawu. Kiprahnya diteruskan oleh Ke Pate Alos.

Menurut Yoyok, tokoh pemuda yang juga gemar menggali sejarah Besuki, karena masih keturunan bangsawan itulah, maka budaya maupun tatakrama masyarakat di Besuki dan kemudian juga di Bondowoso, tergolong halus.

Moh. Hasan Nailul Ilmi yang kini memimpin jemaah istighasah setiap malam Jumat di makam Ke Pate Alos tidak hanya gemar mencari koleksi data mengenai sejarah Besuki.

Ia bahkan memiliki obsesi menggelar kegiatan setiap 12 Robiul Awal. Tradisi itu merupakan kegiatan rakyat yang digelar oleh Ke Pate Alos dengan nama "Bupak Bumi".

Tidak begitu jelas apa arti dari kedua kata itu. Hasan hanya menjelaskan bahwa acara itu digelar di arena terbuka yang diikuti oleh masyarakat Besuki dengan berbagai macam hiburan.

Mengenai kemungkinan ada penolakan dari tokoh agama, ia mengemukakan, acara itu harus dikemas secara Islami.

"Tujuannya bukan apa-apa, tapi untuk menyadarkan masyarakat Besuki bahwa mereka itu memiliki sejarah besar di masa lalu," katanya.

Meminjam istilah budayawan Emha Ainun Nadjib saat mementaskan lakon teater berjudul Tikungan Iblis beberapa waktu lalu, masyarakat Nusantara sebetulnya adalah turunan rajawali, tapi kini menjadi emprit karena keadaan.

Hasan agaknya ingin menyadarkan masyarakat Besuki bahwa mereka adalah "keturunan" tokoh berkualitas rajawali, tapi dalam perkembangan sejarah terus meneruskan ’diempritkan".

Bersamaan dengan itu, ia juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan warisan budaya masa lalu leluhurnya yang kini masih tersisa, termasuk gedung kantor bekas keresidenan dan kewedanan.

Hasan menyayangkan tidak terurusnya warisan budaya itu, termasuk tidak ada perhatian dari pemkab setempat.

"Dulu gedung bekas keresidenan dengan kewedanan itu menggunakan marmer Italia, tapi sekarang sudah lenyap semua diganti dengan tegel biasa. Ke mana marmer-marmer itu?," katanya.

Sementara Fadli Haroen (39), juru pelihara makam Ke Pate Alos mengemukakan, saat ini tidak ada perhatian serius dari pemkab untuk memelihara warisan yang oleh masyarakat dikeramatkan itu.

"Malah justru orang-orang China yang banyak membantu, termasuk membuatkan cungkup makam zaman dulu. Sekarang juga banyak orang China di Besuki ini yang peduli pada makam ini," katanya.

Pemkab Situbondo sendiri beralasan kesulitan menangani benda peninggalan sejarah di Kota Kecamatan Besuki, karena ada yang dikuasai perorangan.

"Ada beberapa peninggalan sejarah Besuki yang dikuasai perorangan atau yayasan. Seperti Makam Ke Pate Alos kini dikelola oleh yayasan sehingga Pemkab kesulitan menangani," kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pariwisata Kabupaten Situbondo, Agus Cahyono.

Ia mengemukakan, Pemkab akan lebih leluasa mengelola aset itu jika memang keberadaannya menjadi "milik" pemerintah daerah. Kalau dikelola oleh yayasan, ia mengaku pemkab susah untuk "masuk".

"Sementara aset berupa bangunan kuno bekas karesidenan yang ada di sebelah timur kantor Polsek, kami masih melacak kepemilikan tanah di tempat itu, sementara bekas kantor kewedanan yang di selatan alun-alun kini memang dikelola pemkab," katanya.

Ia mengemukakan, bekas kantor kewedanan itu kini sebagian ditempati untuk kantor SMA Negeri 1 Besuki yang memang baru berdiri. Penggunaan itu dianggap tidak masalah karena tidak mengubah bangunan aslinya.

"Kami berupaya nantinya gedung itu akan kami jadikan perpustakaan," katanya singkat.

Ia mengakui bahwa Kota Besuki dulu pernah menjadi kabupaten dan keresidenan, dan menyimpan banyak aset bernilai sejarah tinggi. Namun, untuk membuktikannya dia merasa kesulitan mendapat sumber informasinya, kecuali hanya melalui cerita di masyarakat.

Museum Samanhudi Dibangun di Laweyan Solo

Rabu, 20 Agustus 2008 | 21:02 WIB

SOLO, RABU - Untuk mengetahui perjuangan pendiri Serikat Dagang Islam yang kemudian dikenal dengan Serikat Islam, Yayasan Warna Warni mendirikan Museum Haji Samanhudi di tengah Kampoeng Batik Laweyan, Solo (Jawa Tengah). Museum ini akan diresmikan, Jumat (22/8) mendatang.

"Kami mendirikan museum ini, karena saat ini banyak generasi muda yang kurang memahami sejarah perjuangan para tokoh pendiri bangsa. Saya berharap dengan hadirnya museumnya generasi sekarang termasuk masyarakat luas mengetahui peran Samanhudi dalam panggung pergerakan nasional, ujar Pendiri Yayasan Warna Warni Krisnina Akbar Tandjung kepada pers di Solo, Rabu (20/8).

Dari pengamatan Kompas, Rabu petang, di lokasi Museum Samanhudi yang terletak di Jalan Tiga Negeri Kampoeng Laweyan Solo, ini akan diisi sejumlah dokumen yang menceritakan tentang kehidupan KH Samanhudi, terutama kisah dan perjuangannya hingga masa tua. Beberapa gambar/foto Samanhudi dengan tokoh pergerakan nasional telah dipajang. Ada tulisan yang menjelaskan peran Samanhudi dalam mendirikan Serikat Dagang Islam yang kemudian berganti menjadi Serikat Islam.

Krisnina mengaku pendirian museum ini karena terilhami buku karya Prof Takashi Shiraishi (ahli Indonesia dari Jepang) yang berjudul Zaman Bergerak:Radikalisme Rakyat Jawa 1912-1926 yang menceritakan peran batik Laweyan dan sejarah Serikat Islam dengan tokoh sentral KH Samanhudi. Di kawasan Kampoeng Laweyan juga terdapat Makam Samanhudi, serta rumah rumah pemberian mantan Presiden Soekarno kepada keluarga Samanhudi, pada 17 Agustus 1962-yang kini ditinggali cucu Samanhudi. Makam Samanhudi berada di seberang Sungai Kabanaran dekat Situs Bandar Kabaran.

Bengawan Solo dari Masa ke Masa

Bengawan Solo dari Masa ke Masa



Air Bengawan Solo terus meluap merendam sawah dan sebagian rumah waga. Sebagian warga Desa Sumbangtimun Kecamatan Trucuk bersiaga


Oleh Subur Tjahjono

Bagaimana asal-muasalnya sehingga sungai yang membentang sepanjang 548,53 kilometer dari perbukitan Desa Jeblogan, Wonogiri, hingga ke Desa Pangkah Wetan, Gresik, itu akhirnya disebut Bengawan Solo? Ekspedisi Bengawan Solo Kompas, 5-20 Juni 2007, sedikit banyak telah menguak misteri di sungai terbesar di Pulau Jawa tersebut.

Pelacakan sejarah Bengawan Solo dilakukan oleh M Dwi Cahyono, ahli sejarah dan arkeologi dari Universitas Negeri Malang, yang juga ikut serta dalam ekspedisi tersebut. Beberapa catatan sejarah yang terkait dengan kondisi ekologis dari masa ke masa Bengawan Solo juga ditemukan oleh Tim Ekologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang dipimpin MMA Retno Rosariastuti.

Dwi Cahyono mengutip sumber data tekstual pertama yang memberitakan aktivitas manusia di Bengawan Solo, yaitu Prasasti
Telang (11 Januari 904), yang dikeluarkan oleh Rakai Watukura Dhyah Balitung dari Mataram. Pokok isi prasasti tersebut mengenai penetapan Desa Telang, Mahe, dan Paparahuan sebagai desa perdikan atau sima berkenaan dengan pembuatan penyeberangan sungai di Paparahuan. Nama Paparahuan selanjutnya berubah menjadi Desa Praon di dekat Wonogiri sekarang, yang kemungkinan turut tenggelam dalam genangan Waduk Gajah Mungkur.

Perihal tempat penyeberangan antarsisi bengawan juga diberitakan dalam Prasasti Canggu atau Troulan I, yang juga dikenal dengan Ferry Charter. Prasasti tembaga bertarikh 1280 Saka atau 7 Juli 1358 yang ditulis atas perintah Hayam Wuruk ini berisi penetapan desa-desa di tepi Bengawan Solo dan Brantas sebagai daerah swatantra atau desa perdikan.

Desa-desa di pinggir sungai atau naditirapradesa itu ditetapkan menjadi sima sebagai imbalan atas kewajiban menyeberangkan penduduk dan pedagang secara cuma-cuma. Menurut Dwi Cahyono, maklumat raja ini berlaku secara turun-temurun, sehingga hak kelola atas perahu penyeberangan menjadi milik penuh dari pemimpin sima dan keturunannya.

Menurut Prasasti Canggu, pada daerah aliran Bengawan Solo terdapat 44 desa panambangan dan pada Bengawan Brantas terdapat 34 desa, yang disebut berturut-turut dari hilir ke arah hulu. Sebanyak 35 di antara 44 desa sima penambangan pada Bengawan Solo tersebut dapat ditemukan lokasinya.

Desa sima panambangan yang dilokasikan paling hulu adalah Wulayu. Oleh karena Wulayu merupakan panambangan terhulu, menurut Dwi Cahyono, dapat dipahami bila sebelum sungai besar ini dinamai "Bengawan Solo", dalam naskah Sunda Bhujangga Manik sebutannya adalah Ci Wulayu. Kini tak lagi dijumpai desa atau dusun bernama Wulayu di daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo.

"Namun, jika menilik bahwa desa sima panambangan Kembu terletak di Karanganyar, yang berbatasan dengan Surakarta, amat boleh jadi Wulayu berada di sekitar Kota Solo sekarang," katanya.

Nama kuno lain untuk menyebut Bengawan Solo adalah Semanggi. Semanggi adalah sebutan baru untuk Wulayu. Toponim Semanggi masih dikenal sebagai nama kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Semanggi merupakan penyeberangan sungai dan sekaligus bandar niaga besar bagi kapal-kapal dagang yang hilir-mudik dari Solo ke daerah-daerah lain di sepanjang aliran Bengawan Solo hingga ke muaranya di Gresik.

Menurut Dwi Cahyono, nama Bengawan Semanggi setidaknya masih digunakan hingga tahun 1726, sebagaimana tampak pada laporan Valentyn (1726). Setelah nama Solo populer untuk menamai Surakarta, nama Ci Wulayu dan Bengawan Semanggi ditinggalkan. Sejak itu lazim disebut dengan Bengawan Solo.

"Belum diketahui dengan pasti dari mana nama Solo diambil.Yang perlu disimak, di Sukoharjo terdapat sebuah dusun bernama Solo.
Mungkinkah nama Kota Solo diambil dari nama dusun ini?" ujar Dwi Cahyono.

Panggung sejarah

Oleh karena itu, Dwi Cahyono menyimpulkan, dalam panggung sejarah Jawa, Bengawan Solo memainkan peran penting. Aneka peristiwa-baik peristiwa ekonomi, politik, religi, kesenian, maupun transportasi dan komunikasi-hadir di daerah aliran Bengawan Solo dalam lintas area dan lintas masa.

Selain itu, aspek ekologis juga dapat dilihat sisi sejarahnya. Hasil riset Tim Ekologi UNS mengutip sumber-sumber di Museum Radya
Pustaka Surakarta, menemukan bahwa tepi Bengawan Solo di daerah Semanggi, Surakarta, dan Langenharjo, Sukoharjo, dahulu merupakan dermaga utama tempat kapal berlabuh. Ini berarti kondisi Bengawan Solo pada masa itu sangat baik.

Air cukup melimpah dari hulu hingga ke hilir sehingga dapat digunakan untuk sarana transportasi yang dapat diandalkan.
Ketersediaan air ini tidak lepas dari kondisi ekologis di sepanjang DAS Bengawan Solo pada masa itu, yang tentunya harus dalam keadaan baik.

Catatan sejarah lainnya menyebutkan bahwa pada masa kekuasaan Sunan Pakubuwana X(1893-1939), dari Keraton Kasunanan, hidup pejabat keraton yang bernama Gusti Riya dengan gelar Pakuningrat. Gusti Riya memiliki pesanggrahan, tempat peristirahatan untuk tujuan rekreasi, di tepi Bengawan Solo yang wilayahnya disebut Kedung Bacin.

Meskipun bacin dalam bahasa Jawa berarti 'bau yang tidak sedap', tempat ini justru termasyhur karena pemandangannya yang indah. Pakuningrat memiliki panggung, yang disebut Panggung Sanggabuwana, sebagai sarana untuk menikmati pemandangan di sungai. Pada musim kemarau, di tempat ini berlangsung acara panen ikan karena Kedung Bacin memilikikedalaman yang cukup, sehingga pada musim kemarau banyak ikan dengan ukuran yang besar yang terperangkap di dalamnya dan memudahkan masyarakat untuk menangkapnya.

Dari hasil wawancara Tim Ekologi UNS dengan penduduk sekitar Kedung Bacin diketahui, ikan yang banyak hidup pada masa itu adalah bader, jendil, sili, jambal, kutuk atau gabus, wagal, udang, dan jenis ikan lainnya. Pada pesta itu biasanya Sunan Pakubuwana X hadir.

Kondisi ini dapat memberikan gambaran bahwa pada masa itu ikan berada dalam jumlah yang melimpah. Hal ini dapat terjadi karena
nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan, yaitu plankton, cukup tersedia sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik.

"Kondisi ekologis yang baiklah yang dapat menciptakan ikan banyak di situ," kata Retno.

Lain dulu, lain sekarang. Saat ekspedisi dilangsungkan, ditemukan kanyataan bahwa Kedung Bacin hanya dipenuhi oleh ikan sapu-sapu. Ini suatu pertanda bahwa kondisi air di sana telah tercemar.

Di wilayah hulu, pada masa itu hutan di Wonogiri menjadi penyedia kayu yang dibutuhkan oleh keraton. Hal ini dapat dilihat dari
bangunan keraton Kasunanan dan Mangkunegaran yang menggunakan kayu jati pilihan yang berasal dari hutan di Wonogiri. Kayu jati yang digunakan telah ditentukan diameternya, biasanya ukurannya lebar, sebagai indikasi bahwa umur tanamannya cukup tua.

"Hal ini pertanda bahwa pada masa itu hutan dijaga keberadaannya agar tetap baik, yakni dengan tidak menebang pohon secara
sembarangan," ujar Retno.

Faktor topografi dengan kemiringan yang tinggi di hulu Bengawan Solo menyebabkan air sungai mengalir dengan deras sehingga tidak ada kesempatan yang cukup bagi tanah bersama-sama perakaran tanaman untuk menangkapnya. Kondisi ini ternyata telah diantisipasi oleh Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, terbukti dengan ditemukannya bangunan dam kuno di Desa Selomerto, Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri, yang dibangun pada tahun 1917. Namun, saat ekspedisi dilaksanakan, dam ini sudah tidak berfungsi karena bergesernya arah aliran sungai.

Peran penting Bengawan Solo tak lupa adalah meluapnya air di sungai tersebut. Catatan terawal yang dapat ditemukan mengenai banjir Bengawan Solo adalah banjir besar tahun 1863 yang merendam daerah hulu. Banjir besar pernah tercatat terjadi tahun 1887 di Ngawi, tahun 1966 di Solo, dan tahun 1968 di Lamongan.

Terakhir, menjelang berakhirnya tahun 2007, banjir besar kembali terjadi yang menggenangi sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yakni Kabupaten Sukoharjo, Kota Solo, Kabupaten Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro,Tuban, Lamongan, dan Gresik.

"Ada kecenderungan, kalau dilihat dari kala ulang Bengawan Solo, kawasan yang tergenang tiap tahun bertambah luas," kata Retno
Rosariastuti.

"Kalau dilihat dari kala ulang Bengawan Solo, kawasan yang tergenang tiap tahun bertambah luas." Retno Rosariastuti

Solo Siap Gelar Konferensi dan Ekspo Kota Pusaka Dunia

Monday 25 May 2009

Solo Siap Gelar Konferensi dan Ekspo Kota Pusaka Dunia



Berbagai persiapan menyambut Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia (WHCCE) terus dilakukan, salah satunya di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Jumat (24/10). Kegiatan yang diikuti lebih dari 350 peserta dari 32 negera ini akan dimulai hari ini hingga 28 Oktober.
/


SOLO, JUMAT- Hingga Jumat (24/10) ini Pemerintah Kota Solo dan panitia sibuk mempersiapkan pelaksanaan Konferensi dan Ekspo Kota-Kota Pusaka Dunia (World Heritage Cities Conference and Expo/WHCCE) wilayah Eropa-Asia. Kegiatan skala internasional yang akan berlangsung mulai Sabtu (25/10) besok hingga Selasa (28/10) itu menghadirkan kesibukan di Pura Mangkunegaran Surakarta dan The Sunan Hotel Solo.

Selama beberapa hari kawasan Pura Mangkunegaran dan The Sunan Hotel Solo, akan menjadi pusat kegiatan WHCCE. Sekitar 400 peserta dari 156 kota dan 32 negara akan hadir di Solo mengikuti WHCCE. "Beberapa sudah datang, mungkin yang lain baru tiba di Solo besok," kata Manager Publikasi dan Promosi WHCC Irfan Suktikno.

Hingga Jumat (24/10) malam ini, sejumlah peserta telah memasuki Kota Solo. Dari data di media center WHCC, 26 dari 32 negara yang akan hadir, telah berada di Kota Solo. Rencananya sekitar 350-400 peserta dari 156 kota di dunia akan menghadiri kegiatan ini.

Sementara itu, kesibukan terlihat di kawasan Pura Mangkunegaran Surakarta dan The Sunan Hotel Solo. Dua tempat di Kota Solo ini akan menjadi pusat kegiatan WHCC. Konferensi akan berlangsung di The Sunan Hotel, sedangkan Ekspo dan Workshop di Pura Mangkunegaran.

Di Pura Mangkunegaraan kesibukan terlihat, mulai dari Pendhapi Ageng, halaman, hingga di luar tembok Pura Mangkunegaran. Di Pendhapi Ageng Mangkunegaran dipajang berbagai furniture antik yang berusia puluhan hingga ratusan tahun seperti almari, tempat tidur, meja dan kursi.

Di halaman dipajang perahu kuno, alat bajak sawah yang kuno serta sejumlah benda-benda kuno. Sementara di luar tembok berdiri puluhan stan, termasuk stan khusus untuk berbagai motif batik dari Solo. Semua sudah siap, ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Solo, Budi Yulistianto.

Kesibukan yang sama juga terlihat di The Sunan Hotel. Selain persiapan 100 kamar untuk peserta WHCCE, manajemen hotel juga mempersiapkan ball room untuk penyelenggaraan konferensi. Bahkan menu makanan untuk peserta juga dipersiapkan.

Untuk menyambut tamu, terutama dari Rusia yang peserta cukup mendominasi, para pegawai hotel dilatih berbagai Rusia dan sastra. Peserta dari Rusia sejak Jumat sudah hadir di Solo. Paling tidak kami bisa berkomunikasi dengan mereka, dan memberikan pelayanan terbaik, ujar Public Relation Manager The Sunan Hotel Solo, Retno Wulandari.

UNS Solo Terbaik di Asia



Mahasiswa UNS


SOLO, — Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta masuk universitas terbaik dari 200 peringkat universitas terbaik di Asia (termasuk Jepang), sesuai laporan dari The Higher Education Suplement-Quacquarelli Symonds (THES QS) Asia, Mei 2009.

Hasil itu menunjukkan UNS merupakan salah satu dari delapan universitas di Indonesia yang bisa masuk rangking 200 besar di Asia meski di Indonesia ada 2.700 perguruan tinggi. "Peringkat UNS sejajar dengan UNDIP Semarang dan berada diatas UNBRAW Malang," kata Rektor UNS Prof Dr Much Syamsulhadi, dr SpKj (K), di kampus Kentingan Solo, Senin (25/5).

Daftar delapan universitas di Indonesia yang masuk dalam 200 peringkat Asia, yaitu Universitas Indonesia (UI) berada di peringkat 50, Universitas Gajah Mada (UGM) peringkat 63, Institut Teknologi Bandung (ITB) peringkat 80, Institut Pertanian Bogor (IPB) peringkat 119, Universitas Airlangga (UNAIR) peringkat 130, Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Diponegoro (UNDIP) sama-sama menempati peringkat 171, dan Universitas Brawijaya (UNBRAW) peringkat 191.

Peringkat tersebut disusun dengan menilai kualitas penelitian, situasi dalam jurnal internasional, kualitas pembelajaran di fakultas, angka mahasiswa dan tenaga pengajar asing di UNS dan angka dosen UNS yang aktif di universitas luar negeri, serta keterlibatan alumni UNS di lembaga-lembaga atau industri dunia.

"Prestasi UNS tersebut terkait erat dengan kebijakan internasional Rektor UNS yang diimplementasikan oleh Pembantu Rektor IV melalui pembentukan Taskforce THES QS- International Office yang sudah mulai bekerja pada pertengahan tahun 2008 dan mendaftarkan tahun 2009," katanya.

Untuk selanjutnya, UNS akan ikut serta dalam pemeringkatan dunia. Salah satu bukti lainnya adalah dengan diterimanya 23 orang dosen UNS untuk menempuh program S-3 di luar negeri dengan biaya DIKTI, mereka akan berangkat 2009, ke beberapa universitas di Eropa, Australia, dan Asia.

Salah satu standar pemeringkatan yang dijadikan acuan adalah hasil penilaian yang dilakukan lembaga pemeringkatan universitas melalui THES-QS. Lembaga yang berpusat di London ini setiap tahun menerbitkan buku panduan untuk mahasiswa pencari universitas di dunia. "Tahun ini THES-QS juga menerbitkan pemeringkatan universitas terbaik di Asia," kata Rektor UNS.

Saturday 16 May 2009




Blog Tiyang solo sekarang aktif lagee nehhh....
Udah lama yak gak jumpa blog sejarah tentang solo niehh sekarang blog ini aktif lageee
dan akan membuat anda anda sekalian terkesan dengaan postingan saya.