Kampung Batik

Sunday 25 January 2009

Kampung Batik Laweyan Solo

22Jan09

Batik, aroma malam, dan perjalanan menuju masa lalu

Batik tulis dan cap, Laweyan Solo

“Ini warnanya cuma coklat aja ya?” tanya seorang pemuda sembari menunjuk tumpukan kain putih yang lapisan atasnya baru tertutupi lilin. Pemuda tadi menganggap bahwa proses pembuatan batik cap dan tulis itu sama dengan teknik sablon, padahal sama sekali berbeda. Ternyata banyak anak muda jaman sekarang yang belum paham bagaimana proses pembuatan batik.

Mengenalkan proses pembuatan batik adalah satu alasan kenapa kawan-kawan Bengawan mengadakan kunjungan ke kampung batik Laweyan. Pak Gunawan, pemilik usaha batik Putra Laweyan menyambut blogger-blogger Solo ini dengan hangat. Dan mengajak kami blusukan ke tempat produksi batik miliknya.

Aroma malam (lilin) yang meleleh begitu eksotik tercium hidung. Di tempat produksi yang sederhana dan masih tradisional ini batik-batik berharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah dibuat. Para pembatik wanita terlihat lihai menggoreskan canting di atas kain, beberapa gadis muda juga terlihat tengah membatik dengan tekun, mereka adalah siswi dari sebuah SMK yang sedang PKL di tempat ini. Semoga saja gadis-gadis muda itu bisa dan mau menjadi generasi penerus dari pembatik wanita yang sudah mulai uzur. Sedangkan pekerja pria ada yang bertugas membuat pola di atas kain polos, membuat batik cap, mewarnai batik, dan nglorot - melepas lapisan lilin dari kain. Sekilas, pembuatan batik cap itu terlihat mudah, padahal sebenarnya susah. Cap berbahan tembaga itu lumayan berat terangkat, dan musti dicapkan di atas kain dengan presisi, tidak boleh melenceng sedikit pun.

Pak Widhiarso, pengurus harian Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, juga menceritakan sejarah kampung Laweyan. Sejarah Laweyan ternyata lebih panjang ketimbang sejarah Keraton Kasunanan, karena Laweyan sudah ada sejak jaman Kerajaan Pajang, sebelum akhirnya terpecah-pecah. Panjangnya sejarah Laweyan ini kalau diceritakan semuanya bisa lebih panjang dari tesis dan disertasi :D . Apa yang diceritakan oleh Pak Widhiarso mungkin belum bisa menggenapi seperempat ‘halaman pendahulan’. Dari cerita Pak Widhiarso itu, banyak sekali sejarah Laweyan maupun sejarah kota Solo pada umumnya yang baru saya ketahui. “Itu karena kalian jarang baca saja. Coba kalau kamu sudah baca novel Canting dari Arswendo Atmowiloto, sejarah Laweyan juga dibahas di dalamnya,” ujar pak tua yang saat itu berdiri di sebelah saya.

Di Laweyan juga terdapat tempat wisata religi, yaitu masjid Laweyan yang merupakan masjid tertua di kota Solo. Persis di sebelah barat masjid ini terdapat komplek pemakaman. Di situ terdapat makam Ki Ageng Henis, dialah orang pertama yang memperkenalkan teknik pembuatan batik di Laweyan. Ki Ageng Henis juga dianggap sebagai moyang raja-raja Mataram Islam.

Kalau Anda berkunjung ke Laweyan, coba berjalan kaki menyusuri gang-gang sempit di kampung batik ini. Tembok-tembok tinggi, tua, dan kokoh seolah bercerita tentang kajayaan pengusaha batik Laweyan masa lalu. Bayangkan saja, rumah para saudagar batik jaman dulu bisa sampai seluas 10.000 m²! Perjalanan menyusuri gang-gang sempit yang diapit tembok-tembok tinggi di kampung Laweyan bagaikan sebuah perjalanan menuju masa lalu. Masa lalu, di mana Mas Nganten (suami) masih sibuk nyeteti manuk (main burung), dan Mbok Mase (istri) sibuk mengurusi usaha batik.Menyusuri gang sempit Laweyan

Posting terkait:

Kunjungan Bengawan di Laweyan
Batik Solo
Menziarahi Laweyan, Menggenapi “Ke-Solo-an”
Batik Itu, Ya Laweyan
Jelajah Kampoeng Laweyan!

© Foto oleh Dony Alfan S

Banjir Bengawan Solo dan Jawa Timur

Monday 19 January 2009

Banjir Bengawan Solo dan Jawa Timur






Banjir Bengawan Solo hingga Jawa Timur ini kalau dirunut jelas disebabkan oleh ketidak-mampuan Bendungan Gajahmungkur untuk menampung air hujan yang sangat ekstrim tinggi selama beberapa hari. Perlu diingat bahwa curah hujan kemarin itu tidak hanya “menyerang” hulu Sungai Bengawan Solo saja tetapi juga sepanjang aliran anak-anak sungai Bengawan Solo.
Jebolnya tanggul-tanggul di sekitar Solo Baru jelas menunjukkan adanya keteledoran dalam perawatan tanggul selama ini. Tanpa mengurangi bagaimana susahnya Departemen PU mengelola, tetapi bisa disebut bahwa keteledoran ini mungkin juga karena krisis ekonomi. Krisis ekonomi sejak beberapa tahun lalu dapat menyebabkan prioritas perawatan DAS Bengawan Solo terabaikan. Ini bisa saja dianggap Dept PU telah ‘kecolongan’ dalam hal ini.
Kalau untuk menangani banjir sungai Bengawan Solo salah satu yang mestinya dilakukan bukan sekedar memperbaiki tanggul saja, tetapi harus dikerjakan secara terpadu sejak dari hulu yaitu mulai Bendungan Gajahmungkur, sepanjang aliran sungai Bengawan Solo,